RENUNGAN
TENTANG
KELUARGA
Bagian 1
OLEH
: YP. SUKIYANTO
(Sesepuh
Paguyuban Kekadangan Liman Seto Pusat Blora)
Pembukaan
Makhluk hidup di dunia berkembang
semakin banyak setelah mengadakan asimilasi dan reproduksi. Bagi manusia,
asimilasi ini pada umumnya diwujudkan dengan symbol pernikahan / perkawinan
yang secara sosiologis disahkan oleh hokum yang dibuat oleh manusia sesuai
norma yang berlaku dimasyarakat.
Adapun tujuan berkeluarga pada
umumnya adalah mencapa rasa BAHAGIA secara bersama-sama, antara ayah, ibu, anak
ataupun anggota keluarga lainnya. Namun, dalam masyarakat terjadi berbagai
keadaan yang menyebabkan situasi-situasi aneka ragam ; ada yang tenang,
tentram, ceria, sukacita ; tetapi adapula keluarga yang cenderung kacau, muram,
bermasalah, penuh goncangan, dll, yang menunjukkan keadaan sebaliknya dari apa
yang di idamkan anggotanya.
Dengan uraian yang merupakan
perenungan dan penelaahan panjang ini, saya mengajak pembaca untuk ber-sharing
/ bertukar pendapat dengan para pembaca agar menemukan pemecahan masalah yang
terjadi dalam keluarga. Terutama untuk para calon keluarga baru agar kiranya
mampu mempersiapkan didi berbekal pengalaman yang terpapar dalam tulisan ini.
Uraian tulisan ini saya buat
berdasarkan materi-materi komunikasi antara saya dan antara saudara-saudara
komunikan, yang telah mengadakan CURHAT selama ini. Akan tetapi, karena kurang
mampu menulis / berbahasa dengan baik
(karena saya malas belajar), maka banyak kekurangan tehnik penulisan ataupun
kwalitas (mutu) isinya. Untuk itu saya mohon maklum dan maaf sebesar-besarnya;
terutama bagi para pembaca yang merasa “terganggu” atas isi tulisan ini, namun
bukan maksud saya untuk membuat rasa tidak nyaman, melainkan karena saya kurang
mampu mengungkapkan maksud hati saya.
Alangkah senangnya, apabila nanti ada
saudara-saudari yang sudi mengkritik, menelaah tulisan ini, syukur apabila ada
yang sudi mengurangi, mengubah, menambah, atau menyempurnakan isinya; agar
dapat lebih mengena dan menambah kegunaan bagi pembaca lainnya. Untuk itu saya
mengucapkan sekali lagi terima kasih. Berkat dan rahmat TUHAN menyertai kita
semua.AMIN.
Syaloom,
YP.SUKIYANTO
(Penulis)
Adapun isi buku ini saya rangkum dari :
1.
Buku
– buku Antropologi dan Sosiologi di sekolah – sekolah
2.
Beberapa
Yen Cin Pan (Sidang Dharma) yang diselenggarakan secara periodik pada kalangan
Thien Tao di Bodi Thang Jepon – Blora, Tao Yi Ji Pan di Surabaya, San Thien Hwa
Hwe (Sidang Dharma 3 Hari) di Malang dll.
3.
Penelaahan
keluarga dalam hidup sehari-hari, melalui komunikasi (CURHAT) para komunikan.
ü Manusia FRAGMATIS
Melandasi Tindakan dengan
mengutamakan mana yang dapat di jangkau lebih dulu.
ü Manusia POLITIS
Menitik beratkan tujuan yang perlu
dicapai dengan mengabaikan apa yang kurang berguna bagi dirinya.
ü Manusia PROFAN
Menilik kehidupan dari sisi denuniaan
yang nyata
ü Manusia RELIGIUS
Memandang kehidupan dari sisi
keagamaan pada umumnya terdiri dari 2 jenis, yaitu : Jiwa TEOLOGIS ; yang
berpegang dari pengetahuan keagamaan dan Jiwa TEOSOFIS (penghayat) yang
berpegang dari APA YANG TERSIRAT dala kehidupan.
ü Dll, Dll, Dll
Adapun jenis-jenis kepribadian
manusia tersebut, amat berpengaruh pada keharmonisan dalam keluarga, manakala
antara suami dan isteri (bahkan anak-anak) memiliki kepribadian yang
berbeda-beda.Bagaimana keadaannya bila setiap hari si anak menyetel lagu-lagu
pop, rock, under ground, dll padahal si ayah ahli main music keroncong,
sedangkan si isteri adalah seorang penari jawa yang maniak dengan gending –
gending tradisional jawa?
Kondisi-kondisi tersebut di atas
merupakan penyebab ke tidak harmonisan (DISHARMONIS) secara PSIKHIS (Kejiwaan).
Namun ada pula penyebab disharmonis secara fisik.
·
Beberapa penyebab disharmonis secara fisik, antara lain :
1. Cacat Fisik
Badan atau
anggoa badan yang tak sempurna adakalanya menyebabkan rasa malu pada diri
seseorang atau pasangannya dan anggota keluarga yang lain. Barangkali kondisi
khusus atau suatu kelebihan yang lain atau kemampuan khusus mampu
“menyudutkan” perasaan MENERIMA pada diri sendiri atau pasangannya. Mungkin pula
pengetahuan / pengertian kejiwaan yang lebih tinggi seperti kerokhanian,
ketuhanan (Tentang Karmapala, takdir, kodrat, dll) akan menguatkan penerimaan
pasangan atau anggota keluarganya.
Beberapa Jenis Cacat FISIk :
§ Cacat ASAL
Merupakan
“cacat bawaan”
§ Cacat “BARU” Pra-Nikah
Cacat
yang diperoleh sebelum pernikahan terjadi, namun pernikahan tidak dapat
dibatalkan.
§ Cacat “BARU” Pasca Nikah
Cacat
yang diperoleh setelah pernikahan terjadi.
2. Kondisi Kesehatan
Penyakit-penyakit
tertentu menjadi penyebab keadaan disharmonis, baik penyakit “baru” ataupun
penyakit “lama” (kronis) mampu menyita perhatian lebih besar bagi seluruh
anggota keluarga, sehingga manyebabkan ke-“tidak nyamanan” situasi jiwa.
Biasanya
kesehatan manusia diengaruhi oleh beberapa hal seperti : kebersihan,
keteraturan, kebiasaan-kebiasaan pada pola makan, pola istirahat / rekreasi,
pola pernafasan, dilengkapi oleh KETENANGAN Jiwa seseorang. Situasi jiwa
seseorang berpengaruh atas kesehatan badan manusia.
3. Cacat Mental
Situasi
mental (cipta – rasa – karsa) manusia perlu diseimbangkan, agar tercipta
ketenangan jiwa. Ada 3 macam ke-tidak seimbangan mantal kejiwaan :
a. CIPTA terlalu besar
Cipta
manusia merupakan sumber lahirnya ide, inspirasi, agan-angan, lamunan, dll
secara awal. Seluruh cita-cita manusia berawal dari CIPTA dalam porsi yang
terlalu besar. CIPTA membuat seseorang menjadi IDEALIS, PELAMUN, PEMIMPI, tanpa
mampu berbuat apapun. Analisa rasa dan kekuatan KARSA yang kecil membuat
situasi FRUSTASI.
b. RASA terlalu besar
Rasa
manusia melahirkan : penasaran (emosi-emosi), pertimbangan / perhitungan – perhitungan (analisa-sintesa)
yang menciptakan keputusan tentang NILAI (penyimpulan tentang yang baik dan
yang buruk). Membesarnya RASA manusia menyebabkan pertimbangan dan perhitungan
yang terlalu besar sehingga melahirkan sikap RAGU dan TAKUT MELANGKAH.
Membesarnya
penyimpulan Nilai (baik-buruk) menimbulkan RASA SEDIH, SENANG, CINTA-BENCI,
PUAS-KECEWA, dll. Yang selalu menggoyang ketenangan jiwa.
c. KARSA terlalu besar
Karsa
manusia adalah suber lahirnya kehindak hasrat, kemampuan, dorongan (drive) dll,
yang menyebabkanmanusia bertindak / berbuat.
Membesarnya
KARSA menimbulkan sikap aktif berbuat “pemaksaan” diri atau orang lain
untuk berbuat sesuai keinginannya.
KESEIMBANGAN :
Yang dimaksud dengan KESEIMBANGAN
MENTAL tidak lain adalah keseimbangan CIPTA – RASA – KARSA manusia. Seimbang
bermakna SAMA BESAR / SAMA KUAT
Menseimbangkan
CIPTA – RASA – KARSA berarti memadukan PIKIRAN – PERTIMBANGAN dan KEINGINAN
sedemikian rupa sehingga tak ada salah satu “yang menang”. “Pertarungan” ketiga
unsur kejiwaan ini bila seimbang menimbulkan kondisi DIAM namun AKTIF.
Dikarenakan sifat AKTIF dalam DIAM (istilah jawa : Urip sakjroning pati” =
KEHIDUPAN DALAM KEMATIAN) inilah emungkinkan HIDUPnya RUAS-CIPTA, RUAS-RASA,
RUAS KARSA yang berwujud FEELING, INTUISI, INDRA ke-6, HATI NURANI, SANUBARI
atau apapun istilahnya.
Keheningan
jiwa ini membuat batin jernih sehingga tercipta suasana TENANG, DAMAI, TENTRAM
dalam jiwa seseorang. Dengan demikian FIRMAN / KEHENDAK TUHAN yang “bersemayam”
dalam HATI – NURANI mampu ditangkap dengan jelas oleh indera ke-6 yang akan
diuraikan dalam CIPTA – RASA – KARSA manusia kembali. Barangkali inilah yang
dimaksudkan dengan KEBAHAGIAAN SEJATI, yaitu kebahagiaan dalam kehendak “Langit”
/ Tuhan yang Maha Tinggi.
4. CACAT INTERAKSI INTERPERSONAL
Interaksi
artinya “antar hubungan” atau hubungan antara seseorang dengan yang lain. Dalam
hal ini antara suami dan isteri, atau orang tua dan anak.
Interpersonal
interaction ini dapat terjadi bersifat fisik, psikhis ataupun mental; yang
rata-rata di sebabkan oleh PERBEDAAN DASAR, PERBEDAAN STATUS, PERBEDAAN KONSEP,
ARGUMENTASI, POTENSI-POTENSI dll.
Beberapa
perbedaan yang banyak terjadi di masyarakat, misalnya :
·
BUDAYA
KEPERCAYAAN dan ASAL – USUL
Suami
– isteri dengan latar belakang budaya yang berbeda merupakan bahan perpecahan
hubungan keluarga. Demikian pula kepercayaan / keyakinan seseorang berpengaruh
atas perpecahan tersebut misalnya antara :
o
Manusia
tradisional VS manusia modern
o
Suami
optimis dengan isteri pesimis
o
Suami
bodoh VS Isteri CERDIK (dan sebaliknya)
o
Si
kaya dengan si miskin
o
Bangsawan
dan orang jelata
o
Agamawan
dengan orang profanes
o
Antar
penganut agama yang berbeda
o
Satu
agama tetapi yang satu mendalam yang satu yang satu asal-asalan
o
Si
hemat dan si dermawan
o
Dll,
dll, dll
·
LIBIDO
SEKSUALITAS
Pemenuhan
libido seksualitas merupakan salah satu tujuan dasar berumah tangga. Naluri
seks merupakan KODRAT makhluk hidup : tumbuhan, hewan dan manusia. Namun karena
tumbuhan dan hewan tak memiliki Cipta – Rasa – dan Karsa, maka berproses secara
naluriah belaka. Sedangkan karena manusia memiliki Cipta – Rasa – Karsa; naluri
seks di-“campuri” oleh nafsu (kehendak) /
hasrat. Apabila pertimbangan CIPTA RASAnya terkalahkan oleh KARSAnya, hilanglah
sifat Hati Sanubari / Nurani. Maka muncullah sifat binatang di dalam diri
seseorang. Inilah sebabnya deperlukan adanya HUKUM NORMA, ETIKA untuk mengatur
manusia dlam kehidupannya.
Adapun kemelut rumah tangga yang
berhubungan dengan masalah seks dapat diamati pada masyarakat yang biasanya
berkisar pada:
Ø Perbedaan potensi seksualitas antara
suami-isteri (Suami super atau isteri hyper) menyebabkan tidak adanya kepuasan
salah satu pasangan, maka apabila rambu-rambu NORMA dan NILAI pribadi kurang
kuat akan terjadi “perburuan” kepuasan di luar rumah-tangga.
Ø DISFUNGSI SEX karena peristiwa fisik
dan mental penyakit-penyakit tertentu, kecelakaan, tekaan mental (sedih, takut,
malu, dll) menyebabkan hilang atau menurunnya potensi dan aktivitas hubungan
suami isteri.
Ø KEBOSANAN
Manusia
memiliki tasa Jenuh / Bosan pada suatu hal yang bersifat sama dan
berulang-ulang. Hal ini meliputi: pekerjaan, cara makan / menu, cara tidur,
sampai dengan hubungan seks antara suami-isteri. Dengan demikian ada
kemungkinan seseorang memperoleh variasi dan pergantian kondisi. Apabila dalam
satu keluarga tak mampu menciptakan “perubahan” / pembaharuan, maka ada
kemungkinan seseorang mencari variasi tersebut ke-“Luar Rumah”. Dan manakala
hal ini berhubungan dengan hubungan seks suami-isteri, maka akan terjadilah
“kenakalan bapak” atau “kenakalan ibu” (perselingkuhan).
Ø PERUBAHAN FISIK
Mnusia
memiliki DAYA NILAI terhadap sesuatu di luar dirinya. Disinilah muncul kriteria
yang baik, yang buruk, yang agak baik, dan agak buruk, yang indah, yang jelek,
dll. Tidak dapat disangkal bahwa seseorang memiliki sesuatu hal selalu di
dasari oeh rasa SIMPATI ini. Termasuk dalam pernikahan suami atau isteri,
kriteria ini selalu merupakan acuan sebagai tolok ukur.
Dalam proses rumah tangga, terkadang
suami atau isteri tidak mampu mempertahankan kondisi fisik seperti semula.
Utunglah jika perubahan fisik ini mengarah pada idealisasi ang menuju
perbaikan, misalnya :
o
Semula
terlalu gemuk / kurus berubah ideal
o
Semula
lemah sakit – sakitan berubah menjadi kuat / sehat
Ababila terjadi kebalikannya, besar
kemungkinan akan merupakan bibit ke”tidak senang”an dalam keluarga.
Masih
banyak peristiwa dalam proses kehidupan keluarga yang mengarah pada terjadinya
PERUBAHAN situasi, kondisi fisik maupun kejiwaan Suami-isteri atau anggota
keluarga yang dapat memicu keretakan hubungan intim suami isteri sehingga
menuju pada perpecahan keluarga.
SOLUSI :
Secara umum keretakan sebuah keluarga
terjadi karena PERBEDAAN-PERBEDAAN seperti terurai terdahulu. Oleh Karena itu
perlulah diadakan antisipasi pada pemecahan masalahnya; misalnya :
o
SALING
MEMBUKA HATI, MEMBUKA DIRI :
Dengan
kesiapan menerima KELEMAHAN dan KEKURANGAN pasangannya, berdasarkan pengertian
bahwa TIDAK ADA manusia yang sempurna.
o
PENYADARAN
bahwa pasangan hidup adalah milik TUHAN yang harus disyukuri, dijaga,
dihormati, disayangi keberadaannya sebagai TANDA IBADAH kepada TUHAN.
o
MEMBUKA
JALUR KOMUNIKASI, agar suami-isteri memiliki SATU VISI – SATU MISI – SATU
KONSEP keluarga yang diIkrarkan untuk dilakukan bersama, terutama dalam
menghadapi masalah-masalah yang temporer, yang perlu dipecahkan segera.
o
TIDAK
SALING MENYEMBUNYIKAN SESUATU (Ber-Rahasia) kecuali yang memang TIDAK HARUS /
TIDAK BOLEH dibuka untuk orang lain (Rahasia Perusahaan, Negara, Corp, Kelompok
Kerokhanian, bisnis, dll).
o
SALING
MENDUKUNG, MEMBELA, PEDULI, MELINDUNGI, MEMAKLUMI & MENGAMPUNI (Perwujudan
kasih-sayang) antara anggota keluarga dalam sifat-sifat yang menuju pada
kebaikan, kebenaran.
o
MELETAKKAN
TUHAN sebagai KEPALA RUMAH TANGGA sedangkan suami-isteri, anak-anak merupakan
anggota keluarga TUHAN. Dengan kata lain memperdalam tentang ketuhanan, melalui
agama atau kepercayaan masing-masing (iman).
o
Persoalan
seksual perlu dipahami bersama secara variatif dan mandalam, mengingat salah
satu fungsi berkeluarga adalah sebagai pemenuhan libido seksualitas. Walaupun
tujuan berkeluarga secara ETIKA adalah untuk memperoleh keturunan, namun dalam
realita di masyarakat, banyak keluarga yang tak memiliki keturunan tetap
merasakan ketenangan hidupdengan “enjoy saja”. Ada pula yang memungut anak
orang lain (adopsi), dan semuanya baik adanya.
Akan
tetapi ketimpangan dalam masalah seks seringkali menyebabkan kegoncangan
keluarga, tak jarang yang sampai mencapai perpecahan / perpisahan. Permasalahan
seksual yang “cacad” ini dapat di atasi dengan menggunakan PENGALIHAN PERHATIAN
pada hal-hal yang lain, seperti :
Ø Hidup hanyalah sebuah proses
penyelesaian tugas-tugas dunia dari TUHAN, dan bila mental manusia “runtuh”
hanya karena maslah yang satu itu manusia akan memperoleh KERUGIAN YANG LEBIH
BESAR dihadapan TUHAN.
Ø Kenikmatan hidup dapat disublimasikan
pada hal yang lebih tinggi sifatnya, seperti : kegiatan social, olah raga,
kerokhanian, pelayanan, penghiburan, dll yang dapat digunakan sebagai
pengumpulan JASA-PAHALA bagi kehidupan di akhirat nanti.
Para
bhiksu / bhiksuni, para pastur, burden, suster dapat menikmati kehidupan dan
bahagia tanpa melakukan kegiatan seksua, melainkan memusatkan perhatian pada
NILAI HIDUP yang lebih tinggi tingkatannya. Banyak para TIEN JUAN SE yang
merelakan diri untuk tidak menikah demi perjuangan pelintasan manusia. Sang
Sidharta Gautama (Sang Budha) meninggalkan isterinya (Dewi Maya) yang cantik
dan kerajaannya, bertapa di hutan-hutan dami mencari kesempurnaan sejati.
Dengan
demikian IKRAR dan TUJUAN HIDUP LUHUR merupakan kunci KEBAHAGIAAN HIDUP SEJATI
(kekal). Denga dimikian hidup berkeluargapun merupakan bagian dari SABDA /
FIRMAN TUHAN, tidak sekedar untuk pemenuhan libido seksualitas, tidak sekedar
untuk mengembangkan keturunan, atau tidak sekedar untuk memancarkan kasih
tetapi dengan pengertian yang lebih LUHUR, BERKELUARGA BERTUJUAN UNTUK
MELAKSANAKAN KEHENDAK TUHAN (beribadah). Maka BUKAN kehendak manusia yang
terjadi melainkan KEHENDAK “LANGIT” yang mesti terjadi.
Kehendak
manusia yang “terbaik”pun seringkali menimbulkan konflik karena adanya
perbedaan pendapat pribadi para anggota keluarga. Dan pertikaian dalam satu
keluarga, dengan sendirinya menimbulkan keresahan bagi keluarga sekitarnya di
masyarakat. Apalagi situasi konflik ini akan terekam dalam alam bawah sadar
pada anak-anak yang belum pandai berfikir, sehingga manciptakan berbagai efek
kejiwaan bagi mereka sampai di hari tua mereka.
Sedagkan “rekaman salah” yang tersimpan dalam ingatan
anak-anak berpengaruh pada karakter mereka kelak. Dan anak-anak inilah yang
dalam waktu yang akan datang merupakan para “Pengisi Kehidupan” di masyarakat.
Bilamana dalam kesimpulan “rasio kecil” mereka, menyatakan bahwa konflik
konflik yang memang sering terjadi adalah SEBUAH KEBENARAN, maka akan merupakan
bibit kekeliruan yang FATAL di kelak kemudian hari.
Jadi dalam
benak anak-anak kecil perlu ditanamkan konsep (Contoh) tentang KELEMBUTAN,
KASIH SAYANG, KERUKUNAN, PERMUSYAWARAHAN, GOTONG-ROYONG, dll yang membentuk
ABDIAN, KEBAKTIAN, PERJUANGAN dll yang membentuk perilaku luhur, demi keluhuran
bangsa dan manusia yang akan datang.
PENUTUP
Dalam Paparan ini saya membatasi
perenungan tentang keluarga inti(batin)
saja, adapun tentang hubungan antar keluarga atau antara keluarga dengan masyarakat
luas akan memerlukan penelaahan lebih meluas. Sedangkan pada setiap keluarga
inti pastilah memiliki pondasi-pondasi, pengertian, hokum, dan kedaulatan
kehidupan masing-masing, sehingga dalam interaksi sehari-hari terjadi kontak
antar keluarga. Dikarenakan heterogenitas kedaulatan inilah, terjadi
ke-SETUJUAN dank e-TIDAK SETUJUAN, kecocokan dan ketidakcocokan satu sama lain,
yang menimbulkan kesenjangan, persahabatan, pertemanan, permusuhan dan
kadangkala bahkan ada konflik diantara mereka.
Akan tetapi
bagaimanapun juga perlu perenungan tentang eksistensi keluargai inti lebih
dahulu, sehingga masing-masing mampu menciptakan stabilisasi dan harmonisasi di
dalam keluarga inti, Waupun hal ini tidak menjamin harmonisasi antar keluarga.
Namun paling tidak ada semacam rem kendali dalam keluarga sendiri untuk meredam
konflik dengan keluarga lain yang memiliki kedaulatan pula.
Sekali lagi
saya sangat mengharapkan peran serta saudara-saudara pembaca yang budiman untuk
sudi meluruskan kekeliruan saya, mengubah atau menyempurnakan kekurangan
tulisan ini, mengingat keterbatasan pengetahuan yang saya miliki. Untuk itu
saya ucapkan terima kasih. Berkat TUHAN beserta kita semua.AMIN.
Blora, 6 Januari 2012
Salam Hormat Saya
0 komentar:
Posting Komentar